Siapa Kita Berani Mencela Ulama? Ini Loh Ancaman Dosanya!
Kamis, 09 Januari 2025 I 13.00 WIB
Penulis : Ustadz Rizky Mahdani, B.Sh
Editor : Alam Abu Umar
IslamBaik.com, Tangerang - Sesungguhnya mencela atau menghina sesama kaum muslimin adalah perbuatan dosa besar. Hal ini berdasarkan hadis dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: سباب المسلم فسوق, وقتاله كفر. متفق عليه .
“Mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan memeranginya adalah kekufuran.” (Muttafaq ‘alaihi).
Namun, celaan atau hinaan yang ditudingkan ke para ulama jauh lebih buruk lagi, karena mereka memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan umat Islam lainnya. Para ulama adalah pewaris ilmu, pembawa syariat, dan mencela mereka tidak hanya melukai diri mereka saja tetapi bisa berdampak bagi rusaknya kepercayaan umat terhadap ilmu yang mereka bawa.
Oleh karena itu, para ulama fiqh menyebut perbuatan ini sebagai dosa besar, bahkan beberapa di antaranya bisa menyebabkan kekufuran. Al-Hafizh Al-Haitsami dalam kitabnya mengatakan,
وقد جزم الرافعي قبل هذا بأن الوقيعة في أهل العلم وحملة القرآن من الكبائر وفسروا الوقيعة بالغيبة. والقرآن والأحاديث متظافرة على ذلك أي كونها كبيرة مطلقا، وفي الصحيح: «سباب المسلم فسوق» .
وأخرج البيهقي بإسناد حسن عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «إن من أكبر الكبائر استطالة الرجل في عرض رجل مسلم بغير حق»
"Dan telah dipastikan oleh Imam Ar-Rafi’i sebelumnya bahwa mencela ulama dan para penghafal Al-Qur’an termasuk dosa besar, dan mereka menafsirkan mencela sebagai ghibah. Al-Qur’an dan hadits-hadits secara tegas menyatakan bahwa hal itu merupakan dosa besar secara mutlak. Dalam hadis yang sahih disebutkan: "Mencela seorang Muslim adalah kefasikan".
Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad hasan dari Abu Hurairah, dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,
"Sesungguhnya termasuk dosa-dosa besar yang paling besar adalah seseorang melampaui batas terhadap kehormatan seorang muslim tanpa hak." (Az-Zawajir ‘An I’tirofil Kabair 2/20)
Para ulama juga menganggap bahwa mencela ulama salaf sebagai bentuk penyimpangan dari jalan yang lurus. Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi dalam Aqidah Thahawiyah berkata,
وعلماء السلف من السابقين ومن بعدهم من التابعين أهل الخير والأثر وأهل الفقه والنظر لا يذكرون إلا بالجميل، ومن ذكرهم بسوء فهو على غير السبيل
"Para ulama salaf dari generasi awal sampai setelahnya, yaitu dari tabi’in, ahli khair, ahli atsar, dan ahli fiqh, tidak boleh disebut kecuali dengan perkataan yang baik. Siapa yang mencela mereka berarti telah menyimpang dari jalan yang benar." (Aqidah Thahawiyahh Hal 82)
Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya,
أيهم أكثر إثما: سب العلماء أو سب الناس العاديين؟
“Dosa apa yang lebih besar, mencela ulama atau mencela manusia biasa?” Beliau menjawab,
سب العلماء أشد إثما؛ لأن سب العالم لا يكون الضرر فيه على شخص العالم بل عليه وعلى ما يحمله من العلم؛ لأن العالم إذا سبه أحد نزل قدره في أعين الناس، وإذا نزل قدره في أعين الناس لم يتقبلوا منه، فيكون في ذلك ضرر على الشرعية التي يحملها، مع أن السب حرام سواء من العالم أو من العامي
"Mencela ulama lebih besar dosanya. karena mencela seorang ulama tidak hanya menimbulkan dampak pada pribadi ke ulama itu saja, tetapi juga akan berdampak pada ilmu yang ia bawa. Jika ulama dicela/dihina, wibawanya akan jatuh di pandangan masyarakat. Ketika wibawanya jatuh, orang-orang tidak lagi menerima ilmu yang ia sampaikan. Hal ini berujung pada kerugian terhadap syariat yang dibawanya." (Transkip Liqo’ Bab Al-Maftuh 220/18)
Padahal mencela atau menghina, baik terhadap ulama maupun orang awam, tetap haram hukumnya. Allah Ta’ala berfirman,
قال الله عز وجل: {ولا يغتب بعضكم بعضا أيحب أحدكم أن يأكل لحم أخيه ميتا فكرهتموه} [الحجرات:12]
"Dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang dari kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentu kalian merasa jijik kepadanya."
(QS. Al-Hujurat: 12)
Wahai Teman Baik, bagi siapa saja yang pernah mencela atau merendahkan atau menghina para ulama secara lisan maupun tulisan, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, segera bertaubat dengan benar dan tulus. Taubat dilakukan dengan menyesali perbuatannya, berhenti dari perbuatan tersebut, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Karena sesungguhnya daging para ulama itu "beracun!".
Semoga Allah menjaga lisan kita dari menyakiti para ulama dan memuliakan ilmu yang mereka warisi dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
IslamBaik.com
"Media Islami Penebar Kebaikan"