Inilah Tips Syar’i Mengkritik Pejabat Negara. Apakah Dengan Cara Berdemonstrasi?

Inilah Tips Syar’i Mengkritik Pejabat Negara. Apakah Dengan Cara Berdemonstrasi?

Jum'at, 30 Agustus 2024 I 11.00 WIB

Editor : Alam Abu Umar

IslamBaik.com, Tangerang.

Kericuhan di tengah aksi massa demontrasi kembali terjadi. Mulai dari aksi bakar ban, menutup jalan yang menyebabkan kemacetan, hingga merusak dan membakar berbagai fasilitas gedung milik negara. 

Tak hanya itu, bentrokan massa pengunjuk rasa dengan aparat keamanan juga sering mengakibatkan jatuhnya korban luka-luka hingga korban jiwa. 

Beragam bentuk spanduk aspirasi, lontaran cacian dan makian terhadap pemerintah atau wakil rakyat juga selalu mewarnai aksi jalanan oleh para demonstran. 

Tindakan itu dipicu oleh rasa kecewa rakyat yang teramat berat terhadap kinerja para wakil rakyat dan aparat pemerintahnya yang dianggap tidak becus dalam mengemban amanah rakyat, menegakan konstitusi negara dan hanya mementingkan golongannya sendiri. 

Lantas, bagaimana syari'at memandang permasalahan ini terutama dalam hal menyikapi kedzaliman pemimpin? 

Merujuk ke kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang ditulis oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Beliau rahimahullah menegaskan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita untuk bersabar terhadap kezhaliman penguasa. 

Lalu beliau mengutip sebuah hadits shahih riwayat Muslim, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ, فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا, فَمَاتَ عَلَيْهِ إِلاَّ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً.

“Barangsiapa yang tidak menyukai sesuatu dari pemimpinnya maka hendaklah ia bersabar terhadapnya. Sebab, tidaklah seorang manusia keluar dari penguasa lalu ia mati di atasnya, melainkan ia mati dengan kematian Jahiliyyah.”

Namun, di sisi lain penulis yang merupakan seorang dai Ahlu Sunnah senior di Indonesia yang sangat produktif menghasilkan berbagai kitab karya tulis ilmiah di bidang agama ini juga memberikan kabar gembira kepada para pembacanya, yaitu "Dan dengan kesabaran itu Allah akan berikan ganjaran yang besar," demikian kutipan tulisannya. 

Selanjutnya, Islam sebagai agama yang sempurna juga mengatur cara atau etika dalam menasehati pemimpin. Namun, apakah nasehat dan kritikan terhadap pemimpin atau pejabat negara harus diumbar di mimbar-mimbar ceramah, di jalanan atau pun di media massa sehingga masyarakat yang awam ikut terprovokasi membenci ulil amri?

Melansir dari situs muslim.or.id bahwa salah satu etika yang islami dalam menasehati seorang pemimpin yaitu dengan tidak menasehatinya di depan umum. 

Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda tentang adab menasehati pemimpin:

من أراد أن ينصح لسلطان بأمر فلا يبد له علانية، ولكن ليأخذ بيده فيخلو به، فإن قبل منه فذاك،وإلا كان قد أدى الذي عليه

“Barangsiapa ingin menasehati penguasa dengan sesuatu hal, maka janganlah tampakkan nasehat tersebut secara terang-terangan. Namun ambillah tangannya dan bicaralah empat mata dengannya. Jika nasehat diterima, itulah yang diharapkan. Jika tidak diterima, engkau telah menunaikan apa yang dituntut darimu” (HR. Ahmad, dishahihkan Al Albani dalam Takhrij As Sunnah Libni Abi Ashim, 1097).

Hendaknya memberi nasehat kepada orang lain apalagi kepada pemimpin tidak dihadapan orang banyak. Karena orang yang dinasehati akan tersinggung dan merasa dipermalukan di depan orang-orang. Sehingga tujuan dari nasehat akan menjadi jauh tercapai. Oleh karena itu, adab dalam memberikan nasehat ini harus kita amalkan agar tujuan dari nasehat bisa tercapai.

Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata:

تعمدني بنصحك في انفرادي . وجنبْني النصيحة في الجماعهْ .فإن النصح بين الناس نوع. من التوبيخ لا أرضى استماعهْ . وإن خالفتني وعصيت قولي. فلا تجزعْ إذا لم تُعْطَ طاعهْ

“Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri. Jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian. Sesungguhnya nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuk sesuatu Pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya. Jika engkau menyelisihi dan menolak saranku. Maka janganlah engkau marah jika kata-katamu tidak aku turuti” (Diwan Asy Syafi’i, hal. 56).

Masih bersumber dari situs dakwah yang sama, Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi menulis sebuah artikel yang kami lansir bahwa menasehati pemimpin dengan nasehat yang baik dan cara yang bijak adalah ibadah yang sangat mulia. Bahkan ketika Nabi ditanya jihad apa yang paling utama? Beliau menjawab:

كلمة حق عند سلطان جائر

“Kalimat kebenaran di sisi pemimpin yang dzalim“. (HR. Nasai, Ibnu Majah dan dishahihkan al Albani dalam Ash Shahihah: 491)

Namun, banyak orang salah paham tentang hadits ini dan menjadikannya dalil bolehnya membeberkan aib pemimpin di media umum. Ini tidak benar. Hadits ini menganjurkan untuk menasehati pemimpin tapi di hadapannya secara langsung. Perhatikanlah lafadz عند سلطان (di sisi pemimpin).

Oleh karenanya Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun untuk mendatangi Firaun secara langsung dan menasehatinya dengan lembut. (QS. Thoha: 43-44).

Lantas apakah dengan mengkritik wakil rakyat ataupun para pejabat negara dengan cara menggelar aksi demonstrasi di jalanan apalagi hingga menyebabkan terjadinya peristiwa kericuhan di alam demokrasi seperti yang dianut di negeri ini sudah sesuai dengan tuntunan syari'at Islam? Dan apakah cara tersebut efektif menyadarkan dan merubah kinerja para pemimpin dan menjadikan masalah rakyat bisa segera selesai? Dan apakah Allah Azza wa Jalla ridha dan akan menolong bangsa ini? 

Terakhir, jika kita sudah bersabar atas kedzaliman pemimpin yang telah terbukti tidak becus mengurus negara, lalu kemudian bagi kita yang memiliki akses dan kemampuan sudah berupaya untuk menasehatinya secara privasi empat mata dengan cara yang baik dan bijak sesuai tuntunan syari'at, maka langkah syar'i selanjutnya sebagai bentuk penyempurna ikhtiar masyarakat agar para pemimpin atau bahkan wakil rakyat yang telah dinasehati bisa segera sadar dan mau berubah, maka yang harus rakyat lakukan adalah dengan rajin mendoakan para pemimpin. 

Sebagaimana penjelasan Ustadz Dr. Khalid Basalamah yang kami kutip dari akun instagram dakwah sKHB saat beliau diwawancarai oleh Dedy Corbuzier di dalam podcast-nya, 

“Ya Allah, berikanlah hidayah (kepada-red) presiden kami, mudahkanlah dalam menjalankan amanah,” mintanya dengan tulus.

Beliau hafidzahullah melanjutkan doanya, “Mudahkanlah para Menteri menjalankan tugasnya dengan baik." 

“Kenapa itu penting, ya, ustadz?” tanya Dedy Corbuzier dengan heran. 

Ustadz menjawab dengan semangat, “Sangat penting, doa. Doa itu, kan senjata yang tidak nampak." 

Dedi pun antusias merespon, “Tapi sangat penting untuk mendoakan pemimpin?" Ustadz menjawab, “tentu saja!”

Lalu Ustadz pun membawakan sebuah kisah dari seorang sahabat Nabi yang sangat agung, “Sampai Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu mengatakan, kalau saya punya satu doa yang mustajab, pasti diterima, saya akan buat (doanya-red) untuk pemimpin."

“Karena kalo doa buat saya, itu buat saya sendiri. Tapi kalau (doa-red) untuk pemimpin buat mashlahat umum,” tutupnya dengan bijak.

 

Yuk kita doakan pemimpin,

Yuk kita berbuat kebaikan.

 

IslamBaik.com

“Media Islami Penebar Kebaikan”

 

(AAU)