Masa Tenang Pilkada Rawan “Serangan Fajar!” Ini Dosanya, Jika Kita Terlibat “Money Politics!”

Masa Tenang Pilkada Rawan “Serangan Fajar!” Ini Dosanya, Jika Kita Terlibat “Money Politics!”
Gambar Ilustrasi : Praktek "serangan fajar" bagian dari politik uang yang telah mentradisi di sistem perpolitikan di tanah air

Selasa, 26 November 2024 I 11.36 WIB

Editor : Alam Abu Umar

 

IslamBaik.com, Jakarta - Bangsa Indonesia kembali lagi akan menggelar hajatan besar yaitu Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada Rabu, 27 November 2024 yang dilaksanakan serentak di seluruh tanah air.

Pesta demokrasi atau pelaksanaan pemungutan suara yang diatur di dalam Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang tahapan dan jadwal pemilihan kepala daerah ini bertujuan untuk memilih Gubernur dan wakilnya, Bupati dan wakilnya, serta Walikota dan wakilnya.

Namun, momentum pertarungan politik ini selalu dihantui praktek money politics atau politik uang seperti aksi “serangan fajar” yang telah mentradisi dan menjadi rahasia umum, serta merupakan kebiasaan buruk yang selalu mencoreng wajah miris demokraktisasi di negeri ini.

Menurut data mencengangkan yang kami peroleh dari akun Instagram @Jatimpemprov bahwa sebanyak 95% Pemilu dan Pilkada masih dipengaruhi kekuatan uang. Diperkirakan setiap peserta pemilu harus mengeluarkan 5-15 miliar untuk bersaing di kontestasi politik. Tidak cukup sampai disitu, sebanyak 72% pemilih pada pemilu 2019 dan 2020 menerima uang atau barang dari peserta pemilu tanpa dilaporkan ke penyelenggara.

Sementara itu, menurut informasi yang kami lansir dari laman ACLC KPK bahwa pada Pemilu 2019, Badan Pengawas Pemilu menangkap tangan 25 kasus politik uang yang dilakukan selama masa tenang. Kasus ini tersebar di 13 provinsi. Beragam jenis barang yang diberikan partai politik/kandidat kepada pemilih, seperti sembako, deterjen, dan uang tunai. Temuan uang paling banyak didapat di Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo, Sumatera Utara dengan jumlah uang Rp190 juta.

Melansir dari situs hukumonline, larangan politik uang tertuang pada Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523 UU No. 7 Tahun tentang Pemilihan Umum. Seperti Pasal 280 ayat (1) huruf j menyebutkan, “Penyelenggara, peserta hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu”.

Bagi para pelanggar, maka ancaman sanksi denda administratif hingga pidana penjara telah menanti. Ancaman denda dimulai dari 24 juta hingga 48 juta atau diancam kurungan penjara mulai dari 2 tahun hingga 4 tahun. 

 

Islam Melarang Praktek Suap atau Politik Uang

Dijelaskan di dalam situs dakwah almanhaj bahwa praktek suap hukumnya sangat jelas diharamkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah serta Ijma, baik bagi yang memberi, menerima maupun perantaranya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” [Al-Baqarah : 188]

Dalam menafsirkan ayat di atas, al Haitsami rahimahullah berkata : “Janganlah kalian ulurkan kepada hakim pemberian kalian, yaitu dengan cara mengambil muka dan menyuap mereka, dengan harapan mereka akan memberikan hak orang lain kepada kalian, sedangkan kalian mengetahui hal itu tidak halal bagi kalian”. (Az Zawajir, Haitsami 1/131, senada dengan yang ditafsirkan al Baghawi, Syarhussunnah, 10/88.)

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu , ia berkata : “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap”. [HR At-Tirmidzi, 1/250; Ibnu Majah, 2313 dan Hakim, 4/102-103; dan Ahmad 2/164,190. Syaikh Al-Albani berkata,”Shahih.” Lihat Irwa’ Ghalil 8/244]

Dalam riwayat Tsauban, tambahan hadits: “(Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat) dan perantara transaksi suap”. (HR Ahmad, 5/279 dalam sanadnya ada Laits bin Abi Salim, hafalannya bercampur, dan Syaikhnya, Abul Khattab majhul).

Hadits ini menunjukkan, bahwa suap termasuk dosa besar karena ancamannya adalah laknat. Yaitu terjauhkan dari rahmat Allah. Al Haitsami rahimahullah memasukkan suap kepada dosa besar yang ke-32.

Sedangkan, para ulama juga telah bersepakat atau ijma tentang haramnya suap secara global, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al Mughni, Ibnul Atsir dalam An Nihayah, 2/226 dan Shan`ani dalam Subulussalam, 1/216.

Lantas bagaimana Majelis Ulama Indonesia (MUI) menghukumi permasalahan akut ini? Melansir dari laman MUI Digital, Prof. Niam menegaskan, tidak boleh memilih pemimpin didasarkan kepada sogokan atau pemberian harta. 

 

"Orang yang akan dipilih atau yang mencalonkan diri juga tidak boleh menghalalkan segala cara untuk dapat dipilih, seperti menyuap atau dikenal serangan fajar hukumnya haram," jelasnya.

 

Prof. Niam menegaskan, praktik tersebut yang dikenal dengan serangan fajar, hukumnya haram bagi pelaku maupun penerimanya.  

 

Guru Besar Ilmu Fiqih Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini mengungungkapkan, para pelaku dan penerima serangan fajar juga hidupnya tidak berkah. 

 

Senada dengan penjelasan di atas, Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. pakar fiqih muamalah kontemporer di Indonesia ketika menjawab pertanyaan jemaah tentang hukum menerima uang dari tim sukses partai, “Haram ini rishwah, mereka ingin kerja ingin dapat jabatan dan nyogok orang untuk memilihnya, sama juga ketika anda ingin kerja nyogok orang yang ingin mengangkat anda untuk diterima,” jawab Ustadz.

 

Nah Teman Baik, negara dan syari’at Islam sudah sangat jelas dan tegas mengharamkan praktek suap menyuap dan politik uang terutama ketika menjelang hari pencoblosan karena perbuatan dosa besar ini berupaya untuk mempengaruhi keputusan politik, seperti pemilihan umum, pemilihan kepala daerah, atau pengambilan kebijakan oleh pejabat publik.

 

Praktik ini juga berdampak buruk bagi penerapan sistem demokrasi di Indonesia, membuka celah korupsi bagi pejabat yang terpilih dengan cara curang, melemahkan kepercayaan publik dan menciptakan ketimpangan sosial antara kandidat pejabat yang bermodal kuat dengan calon lain yang berkualitas namun minim modal kampanyenya.

 

Teman Baik, yuk kita jauhi praktek dosa besar suap menyuap atau money politics ini. Yuk kita ciptakan sistem perpolitikan tanah air yang Islami, jujur, sejuk, adil dan bermartabat agar Allah Azza Wa Jalla memberkahi bangsa ini. Yuk kita berbuat kebaikan.

(AAU)

 

IslamBaik.com 

“Media Islami Penebar Kebaikan”